GUBAHAN FANDHY

Blog Resmi Arfandi Wahyu

  • Home
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerita Rakyat
  • Wajoku Wajota
  • Teacher
    • Materi dan Bahan Ajar
    • Tugas
  • Home
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerita Rakyat
  • Koleksi
    • Musik
    • Video
  • Gubahanku
    • Puisiku
    • Coretan
    • Quotes
      • Office
  • Wajoku Wajota
  • Teacher
    • Materi dan Bahan Ajar
    • Tugas
  • Rubrik

Halo....Assalamu Alaikum

Halo....Assalamu Alaikum
Selamat datang di Blog Resmi Arfandi Wahyu

Kamis, 19 Maret 2020

Ilmu “DOTI” pada Kepercayaan mistik Masyarakat Ammatoa dalam Konteks Kearifan lokal masyarakat kajang

 GUBAHAN CORETANKU     No comments   



Ilmu “DOTI” pada Kepercayaan mistik Masyarakat Ammatoa dalam Konteks Kearifan lokal masyarakat kajang








A.    Nilai nilai tradisi kearifan lokal masyarakat suku Kajang


Tana Toa yang berarti tanah yang tertua. Nama ini berdasarkan kepercayan Suku Kajang yang mendiaminya, yang yakin Tana Toa adalah daerah yang pertama kali diciptakan oleh Tuhan di muka bumi ini.


Masyarakat Tana Toa percaya bahwa bumi ini adalah warisan nenek moyang yang berkualitas dan seimbang. Oleh karena itu, anak cucunya harus mendapatkan warisan tersebut dengan kualitas yang sama persis. Kepercayaan inilah yang membuat lingkungan di Tana Toa terjaga kelestariannya.

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, masyarakat adat memegang teguh ajaran leluhur yang disebutpasang ri kajang yang berarti pesan di kajang. Ajaran pasang itu, dinilai ampuh dalam melestarikan hutan.


Pola  Hidup  dan Tradisi


Masyarakat adat Kajang adalah sebuah komunitas klasik yang masih kental akan adat istiadatnya dan tradisi. Mereka ini hidup berkelompok dalam suatu area  hutan, dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal modernisasi. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan masyarakat adat dengan lingkungan hutannya yang selalu bersandar pada pandangan hidup adat yang mereka yakini. Dalam hal-hal tertentu mereka berinteraksi dengan pola komunikasi dengan  unik.  Ketika  akan menyampaikan pengumuman atau informasi ke masyarakat, mereka melakukan    menabuh gendang yang disebut  benrong.  Gendang  ini dibunyikan atau ditabuh dalam kondisi tertentu; seperti saat ada kematian, ada pencurian atau peristiwa lainnya. Cara penabuhan gendang ini berbeda-beda, disesuaikan  dengan  peristiwa  yang terjadi dan mereka sendirilah yang memahami  arti  setiap  jenis  bunyi gendang tersebut.

Pola hidup sederhana yang disebut tallasa kamase-kamasea, merupakan prinsip hidup komunitas adat Kajang. Kesederhanan adalah salah satu ciri utama yang menekankan orientasi hidup saling rukun dalam satu rumpun, saling berbagi, tidak menjatuhkan satu sama lain, menghindari sikap hidup berlebih- lebihan dan hidup apa adanya, serta memperlakukan mahluk-mahluk di sekelilingnya dengan bersahaja. Kehidupan masyarakat adat Kajang dengan penuh kesederhanaan tanpa memikirkan hidup mewah, akan membawa makna tersendiri di tengah kehidupan masyarakat modern.

Konsep hidup kamase-masea sebagai sesuatu yang telah ditetapkan oleh Turi’e A’ra’na, dan sebagai tau todong (lemah/prihatin). Kedua konsep tersebut bertentangan dengan hidup kalumannyang (kaya). Sesuai dengan takdirnya (turunganna) mereka tidak layak hidup kaya, karena sejak nenek moyang mereka sudah ditakdirkan atau diharuskan untuk hidup sederhana. Seperti diungkapkan dalam Pasang: “Dodongi kamase-masea, hujui rikalenna, anre nakulle kaite-ite, Anre nakulle katoli-toli Kasugihanga anre nakulle antama ri butta kamase-masea.” Artinya meski kita serba susah dalam kesederhanaan, tetap berpegang pada prinsip sendiri, tidak boleh sembarang melihat, tidak boleh sembarang melompat, tidak boleh sembarang mendengar, kekayaan tidak akan pernah masuk di kawasan adat.

Prinsip   Tallasa   kamase-masea, juga berarti tidak mempunyai keinginan yang berlebih-lebihan dalam kehidupan sehari-hari, baik  untuk makan maupun dalam berpakaian. Dalam berpakaian yang  memiliki  hanya  2  (dua)  warna yakni  hitam  dan  putih.   Untuk  baju, sarung dan penutup kepala berwarna hitam dan celana berwarnah putih. Menurut mereka berpakaian dengan beragam  warna,  menandakan kemewahan   warna tersebut tidak lepas dari  makna  spiritualitas  dalam kehidupan   masyarakat   adat   Kajang, yang  memandang  bahwa  manusia berasal dari kegelapan dan terlahir ke dunia dengan cahaya yang terang benderang, serta wujud dari pada kesamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan, tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua warna hitam di dalam kawasan adat adalah sama, warna hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan Sang Pencipta (Turi’e A’ra’n


Sistem  Kepercayaan


Sistem kepercayaan atau religi pada prinsipnya terdiri atas konsep- konsep  yang  menimbulkan  keyakinan dan ketaatan bagi penganutnya. Keyakinan itu adalah rasa percaya akan adanya dunia gaib, ide tentang “Tuhan,” hari kemudian, percaya akan adanya kekuatan-kekuatan supranatural, serta berbagai macam hal yang dapat menimbulkan rasa percaya kepada yang diyakini (Akip, 2008 : 48). Berdasarkan pandangan   tersebut, komunitas adat Kajang pada dasarnya lahir, tumbuh dan berkembang tidak menjadikan agama Tuhan sebagai tuntunan dalam hidup. Mereka mengacu pada tuntunan sebuah aliran kepercayaan Patuntung, dan meyakini Turi’e A’ra’na sebagai Tuhan pencipta alam semesta beserta isinya. Dalam  kehidupan  komunitas  adat Kajang, selain melakukan penyembahan terhadap Tuhan yang diakuinya, juga mereka tetap berkiblat pada sang pemimpin ummat,  yaitu  kepada Ammatoa dan sekaligus pula sebagai kepala pemerintahan adat.     Pada dasarnya   apa   yang   mereka   perbuat dalam keberadaannya sebagai penganut aliran  kepercayaan,  dijalankannya sebagai sebuah amanah dari para leluhurnya yang mereka junjung tinggi yaitu Pasang ri Kajang, yang telah disesuaikan dengan pokok-pokok ajaran agama Islam.

Salah satu karakteristik pada masyarakat adat Kajang dewasa ini yang masih eksis dengan melakukan berbagai ragam upacara atau ritual dalam kepercayaan mereka, yakni dengan melihat  hutan  itu  sebagai  bagian  dari hidupnya. Eksistensi ritual kuno ini telah melampaui batas-batas zaman dan menjadi salah satu bagian penting dari representasi  dari  masyarakat  adat Kajang itu sendiri. Upacara atau ritual secara umum dipahami sebagai ekspresi keagamaan dalam wujud perilaku yang dijadikan sebagai media untuk berkomunikasi   dengan   hal-hal   yang gaib. Dalam tataran  implementasi  atau praktik ritual tersebut, tampil beragam berdasarkan  kepercayaan  masing- masing  sekaligus  merupakan karakteristik budaya komunitas tertentu. Dalam hubungannya upacara atau perayaan  keagamaan,  upacara merupakan  sarana  untuk menghubungkan antara manusia dengan hal-hal keramat yang diwujudkan dalam praktek (Haviland, 1999: 207). Oleh karena itu, upacara bukan hanya sarana untuk memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting. Ritual keagamaan sebagai bentuk suatu keyakinan   manusia   terhadap   sesuatu yang dapat menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan, memiliki nilai dan norma yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan masyarakat. Ritual bagi komunitas adat Kajang   dijadikan   sebagai   dasar   atau etika sosial di mana praktik sosial digerakkan.

Masyarakat adat Kajang menempatkan ritual dan seremoni itu sebagai   bagian   yang   penting   dalam sistem kehidupan dan interaksi sosial masyarakat,    hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat adat Kajang mengindikasikan  perlunya  individu untuk melakukan interaksi dan integrasi dengan masyarakat lainnya. Ritual sebagai manifestasi dari sistem kepercayaan masyarakat adat Kajang yang mengandung kearifan lokal yang signifikan untuk dilestarikan sebagai bagian penting dari proses pembangunan mentalitas     dan     ketahanan     budaya bangsa, termasuk pembangunan karakter dan jatidiri bangsa. Salah satu instrumen penting dalam rangka melestarikan nilai kearifan lokal adalah melakukan kajian penelitian  secara  sistematis  tentang ritual dan kepercayaan masyarakat pada komunitas adat. Memahami ritual dan kepercayaan dalam suatu komunitas adat dapat menjadi pembelajaran dengan melihat aspek filosofis, sosiologis, antropologis dan ekologis pada suatu komunitas adat tertentu.

Studi mengenai ritual yang dijalankan oleh masyarakat yang menganut         sistem         kepercayaan Patuntung, sejauh penelusuran penulis akan   menemukan   tiga   tulisan   yang secara tegas mengkaji, walaupun disana sini terdapat ketertarikan sudut pandang dan penerapan perspektif yang berbeda. Ketiga tulisan tersebut pertama adalah Kepercayaan Patuntung dengan topik Patuntung di Kecamatan Sinjai Barat (Suatu Tinjauan Sosio Kultural) oleh Abdullah Renre (1978), kedua dengan Topik Potret Manusia Kajang, di dalam tulisannya juga secara signifikan menguraikan  ritual  masyarakat Patuntung (Akip, 2003) dan terakhir adalah oleh Hayat (2006), mengkaji tentang masyarakat Onto yang pada dasarnya juga menganut Sistem Kepercayaan Patuntung. Dari ketiga tulisan tersebut terdapat adanya dua sistem kepercayaan yang diyakini dan dijalankan oleh masyarakat adat Kajang. Kedua keyakinan itu pada suatu masyarakat   yakni   masyarakat   Sinjai Barat  yang  diistilahkan  dengan dualisme; yakni Islam sebagai suatu agama  yang  dianggap  benar  di  satu pihak, dan kepercayaan Patuntung sebagai suatu sistem kepercayaan masyarakat yang diwarisi dari nenek moyang mereka di pihak lain.

Berdasarkan informasi baik sifatnya lisan maupun tertulis, bahwa pada    awalnya    (sebelum    masuknya Islam) sistem kepercayaan yang dianut oleh  masyarakat  adat  Kajang  sebagai sebuah   agama   adat,   disebut   dengan istilah Patuntung. Istilah Patuntung ini berasal dari kata tuntungi (bahasa Makassar) dan jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “mencari sumber kebenaran” (to inguiri into or to investigate the truth). Namun dalam perkembangannya,  setelah  kerajaan Gowa  dan  Bone  menerima  Islam sebagai agama resmi pada abad ke-17, dengan melalui Janggo Toa kemudian disusul Tu Jarra dan Asara Dg. Mallipa pada waktu itu, sehingga secara bertahap Islam dikenalkan oleh komunitas adat Kajang     (Akip,  2008  :  42).  Dalam kondisi yang demikian, maka kepercayaan Patuntung yang hidup dan tumbuh dalam wilayah Kajang dalam (Tana to kamse-masea) bukan lagi budaya spiritual tradisional murni, akan tetapi sudah mendapat pengaruh ide spiritual Islam.

Dari   beberapa   hasil   penelitian dijelaskan  bahwa  sistem  kepercayaan Patuntung  pada  dasarnya  relatif  sama dengan  sistem  kepercayaan  Patuntung yang   diyakini   oleh   komunitas   adat lainnya. Dalam hal ini kepercayaan Patuntung komunitas adat Kajang memiliki pandangan dalam melakoni hidupnya, yaitu pandangan Patuntung dalam mengenal Tuhan, dan pandangan Patuntung   dalam   mengenal   manusia serta  alam  atau  lingkungannya  (Renre,1978;  Manda, 2007 dan Akip, 2003) Pandangan     Patuntung     dalam mengenal  Tuhannya;  pada  prinsipnya terbagi   atas   tiga   jenis   dan   masing- masing berpengaruh terhadap hidup dan kehidupan manusia, yaitu (1). Karaeng Ampatana  sebagai  pencipta  alam semesta dan seisinya, tempat tinggalnya diyakini di langit. (2). Karaeng Kaminang Kammaya atau Kaminang Jaria A’ra’na yang diartikan sebagai kuasa atau perkasa, bertempat tinggal di Tombolo Tikka (puncak Gunung Bawakaraeng) yang dikeramatkan dan disucikan, dan (3). Karaeng Patanna Lino atau Patanna Pa’rasangang yang ditugasi memelihara alam ciptaan Ampatana, khusus untuk di bumi termasuk manusia. Selain ketiga Tuhan tersebut dipercayai pula bahwa setiap tempat, tumbuh-tumbuhan dan benda- benda tertentu dihuni oleh kekuatan gaib yang sakti, terutama tempat-tempat yang dianggap keramat. Kekuatan-kekuatan sakti   itu   dipercayai   bersumber   dari ketiga Tuhan yang dianggapnya menghuni alam semesta ini.

Pandangan Patuntung tentang Alam; kepercayaan ini melihat alam sebagai suatu kesatuan yang berkaitan antara  satu dengan  yang lainnya. Bagi masyarakat adat Kajang sangat menggantungkan hidupnya pada lingkungan  alam  termasuk  tanah (sebagai anrongta), hutan adat (sebagai tempat upacara ritus kepercayaan Patuntung). Pandangan Patuntung tentang  alam  ini, dapat dilihat  sebagai suatu  kesatuan  yang  berkaitan  antara satu dengan   yang lainnya. Menurut pandangan  mereka  bahwa  konsep tentang alam raya ini terdiri dari tiga benua yaitu pertama, tingkatan atas disebut dengan benua atas, dan berpusat pada boting langit; kedua, benua tengah disebut lino artinya benua tengah yang dihuni oleh manusia; dan yang  ketiga, adalah benua bawah disebut paratihi, artinya   benua   bawah   dan   dianggap berada  di  bawah  air.  Menurut  Akip (2003 : 78), bahwa tanah dan hutan adalah “alamnya manusia”.  Tanah  dan hutan merupakaan bagian dari makrokosmos menjadi hunian manusia dan mahluk hidup lainnya, sedangkan “angkasa/langit” dan “lautan/air”. adalah alam misteri, tak diketahui (rahasia).

Bagi masyarakat adat Kajang, dimana penganut aliran kepercayaan Patuntung   pada   prinsipnya   terdapat dasar-dasar kepercayaan yang mereka imani  dan  percayai  dalam  hidupnya, yaitu  (1)  Percaya  terhadap  Turi’e A’ra’na (Tuhan Yang Maha Esa), (2) Percaya terhadap Ammatoa, (3) Percaya terhadap  Pasang, (4) Percaya terhadap  hari kemudian (allo riboko) dan (5) Percaya terhadap Takdir.


B.     Analisis ilmu mistik “Doti” pada masyarakat suku kajang sebagai bagian dari kearifan lokal


Suku Kajang adalah sebuah suku di Sulawesi Selatan yang sangat populer di masyarakat, bukan hanya di Sulawesi, tetapi juga di Indonesia. Bahkan hingga ke manca negara, suku Kajang sangat terkenal. sampai sekarang suku kajang masih patuh memegang tradisi warisan leluhur.

Yang membuat suku yang mendiami daerah Bulukumba ini dikenal sampai ke manca negara adalah ilmu sihir yang sangat mematikan. Imu yang dikenal dengan nama Doti.

Doti ini, dalam bahasa atau di daerah lain disebut santet. Doti ini dikirim karena urusan pribadi seperti dendam atau masalah lainnya. Ilmu hitam ini tidak digunakan dengan sembarangan.

Keganasan Doti ini memang sudah melegenda bahkan sudah menjadi trademark orang dari suku kajang padahal tidak semua warga suku kajang bisa melakukan hal ini.hanya orang2 tertentu yang bisa melakukannya yaitu dukun-duku ilmu hitam yang keberadaannya sudah semakin berkurang akibat tingkat pendidikan warga suku kajang yang sudah meningkat pesat.

Kesaktian Doti yang disebut bisa dikirim dari jarak jauh, bahkan bisa menghabisi beberapa korban sekaligus, membuat pertanggung jawaban santet ini tak bisa dilakukan oleh sembarang orang.

Doti sendiri merupakan ilmu sejenis santet yang digunakan untuk menciderai atau membunuh seseorang.

Ritual menyantet orang yang dilakukan para dukun ilmu Doti itu hanya menggunakan media berupa Foto yang bertuliskan nama orang yang ingin disantet,seekor ayam putih ,segelas air putih & beberapa perangkat ritual lain yg sulit untuk dicari . Foto orang yang ingin disantet diletakkan di bawah segelas air putih kemudian dukun Doti itu memegang ayam putih menghadap kegelas dan membaca mantera Doti.

Saat ayam yang dipegang dukun itu mati dan air putih yang ada digelas sudah berubah berwarna merah darah artinya Doti itu sudah bekerja dan sang penyantet tinggal menunggu kabar orang yang di Doti sudah cedera atau meninggal, tanda doti sukses apabila ayam mati dan air putih tadi berubah warna menjadi merah.

Bagi mereka yang terkena santet doti ini akan mengalami cacat permanen pada ingatannya disertai nyeri luar biasa hingga berakibat pada kematian mendadak. Asal diketahui doti ini tidak hanya menyerang satu orang saja, melainkan bisa membunuh satu keluarga sekaligus.

Keganasan doti ini sendiri sudah melekat kuat bahkan menjadi legenda yang disematkan pada suku Kajang. Doti ini tidak dilakukan oleh sembarang orang, melainkan ada beberapa orang pilihan yang bisa melakukan ilmu hitam tersebut hingga berhasil

Tentang keganasan doti ini sendiri sudah melekat kuat bahkan menjadi legenda yang disematkan pada suku Kajang. Doti ini tidak dilakukan oleh sembarang orang, melainkan ada beberapa orang pilihan yang bisa melakukan ilmu hitam tersebut hingga berhasil. Bagi mereka yang terkena santet doti ini akan mengalami cacat permanen pada ingatannya disertai nyeri luar biasa hingga berakibat pada kematian mendadak. Asal diketahui doti ini tidak hanya menyerang satu orang saja lho, melainkan bisa membunuh satu keluarga sekaligus.


Disebabkan tidak semua orang suku Kajang bisa melakukan santet, maka dukun yang gagal melakukan misinya pun akan mendapatkan konsekuensi. Biasanya santet yang diterjunkan kembali ke si penyantet dan akan langsung meninggal di tempat. Tidak sampai di situ saja ternyata, sebab efeknya pun merembet juga pada keturunan-keturunan si dukun. Oleh karena itu ada baiknya buat memikirkan kembali menggunakan ilmu santet mengingat risiko yang diperoleh pun juga besar. Apalagi taruhan utamanya adalah nyawa.

Meski memiliki ilmu hitam yang terkenal mematikan, namun sejatinya Suku Kajang adalah suku yang rendah hati oleh didikan alam dan bisa menerima orang baru. Anak cucunya pun sudah banyak yang merantau ke kota besar maupun keluar pulau. Dengan catatan si pendatang ikut aturan yang berlaku di sana, menjaga perilaku dan juga mengikuti tradisi, maka orang-orang Kajang bisa jadi keluarga baru.
  • Share This:  
  •  Facebook
  •  Twitter
  •  Google+
  •  Stumble
  •  Digg
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke Facebook

Related Posts:

  • MENGENAL SODIAK MESIR MENGENAL SODIAK MESIR Mungkin selama ini kita mengira astrologi atau ilmu perbintangan berasal dari Yunani, namun penduduk Mesir juga sudah menge… Read More
  • Ilmu “DOTI” pada Kepercayaan mistik Masyarakat Ammatoa dalam Konteks Kearifan lokal masyarakat kajang Ilmu “DOTI” pada Kepercayaan mistik Masyarakat Ammatoa dalam Konteks Kearifan lokal masyarakat kajang A.    Nilai … Read More
  • MENJADI GURU KEKINIAN DI JAMAN MILENIAL MENJADI GURU KEKINIAN DI JAMAN MILENIAL Adanya tantangan industri 4.0, mengharuskan generasi untuk merambah ke dimensi kekinian yang mengi… Read More
  • DEMOKRASI (AMARADEKANGENG) ALA MASYARAKAT BUGIS Kata amaradekangeng berasal dari kata maradeka yang berarti merdeka atau bebas. Pengertian tentang kemerdekaan ditegaskan dalam Lontarak sebag… Read More
  • AL-BUSHIRI PENYAIR SUFI KHASANAH SASTRA ISLAM AL-BUSHIRI Penyair Sufi khazanah sastra Islam Kasidah Burdah adalah salah satu karya paling populer dalam khazanah sastra Islam. Isinya, saja… Read More
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 Comments:

Posting Komentar

ABOUT ME

ABOUT ME
WELLCOME IN MY BLOG

Cari Blog Ini

Popular Posts

  • PAPPASENG DAN PANGAJA ORANG BUGIS
  • KUMPULAN LAGU BUGIS KLASIK
  • PENDIDIKAN BERBASIS ONLINE (DARING)
  • KUMPULAN PUISI CHAIRIL ANWAR
  • PASSAPU SEBAGAI IDENTITAS SUKU KAJANG
  • "Tanah Wajo Ancajingekku"
  • Yngwie J. Malmsteen, King Of Neoclassical Rock
  • Ilmu “DOTI” pada Kepercayaan mistik Masyarakat Ammatoa dalam Konteks Kearifan lokal masyarakat kajang
  • MENJADI GURU KEKINIAN DI JAMAN MILENIAL
  • SIRI'

Contact us

Nama

Email *

Pesan *

Label

  • AKU DAN INSPIRASIKU
  • CERITA RAKYAT
  • GUBAHAN CORETANKU
  • Rubrik
  • SASTRAWAN INDONESIA
  • TUGAS
  • VIDEO
  • WAJOKU
  • Wajoku Wajota

Video of the Day

Get All The Latest Updates Delivered Straight Into Your Inbox For Free!

LINK PENTING

  • KEMENAG RI
  • DOWNLOAD VST AUDIO TORRENT

Total Tayangan Halaman

73038

About Me


Fandhy

"Dalam semua situasi, reaksilah yang menentukan apakah sebuah krisis akan memuncak atau mereda. dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia atau direndahkan sebagaimana pribadi yang menciptakan iklim dari sebuah pendekatan”


Pengikut

Arsip Blog

Copyright © 2025 GUBAHAN FANDHY | Powered by Blogger
Design by Hardeep Asrani | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Distributed By Gooyaabi Templates