Ilmu “DOTI” pada Kepercayaan mistik Masyarakat Ammatoa dalam Konteks Kearifan lokal masyarakat kajang
A. Nilai nilai tradisi kearifan lokal masyarakat suku Kajang
Tana Toa yang berarti tanah yang tertua. Nama ini berdasarkan kepercayan Suku Kajang yang mendiaminya, yang yakin Tana Toa adalah daerah yang pertama kali diciptakan oleh Tuhan di muka bumi ini.
Masyarakat Tana Toa percaya bahwa bumi ini adalah warisan nenek moyang yang berkualitas dan seimbang. Oleh karena itu, anak cucunya harus mendapatkan warisan tersebut dengan kualitas yang sama persis. Kepercayaan inilah yang membuat lingkungan di Tana Toa terjaga kelestariannya.
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, masyarakat adat memegang teguh ajaran leluhur yang disebutpasang ri kajang yang berarti pesan di kajang. Ajaran pasang itu, dinilai ampuh dalam melestarikan hutan.
Pola Hidup dan Tradisi
Masyarakat adat Kajang adalah sebuah komunitas klasik yang masih kental akan adat istiadatnya dan tradisi. Mereka ini hidup berkelompok dalam suatu area hutan, dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal modernisasi. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan masyarakat adat dengan lingkungan hutannya yang selalu bersandar pada pandangan hidup adat yang mereka yakini. Dalam hal-hal tertentu mereka berinteraksi dengan pola komunikasi dengan unik. Ketika akan menyampaikan pengumuman atau informasi ke masyarakat, mereka melakukan menabuh gendang yang disebut benrong. Gendang ini dibunyikan atau ditabuh dalam kondisi tertentu; seperti saat ada kematian, ada pencurian atau peristiwa lainnya. Cara penabuhan gendang ini berbeda-beda, disesuaikan dengan peristiwa yang terjadi dan mereka sendirilah yang memahami arti setiap jenis bunyi gendang tersebut.
Pola hidup sederhana yang disebut tallasa kamase-kamasea, merupakan prinsip hidup komunitas adat Kajang. Kesederhanan adalah salah satu ciri utama yang menekankan orientasi hidup saling rukun dalam satu rumpun, saling berbagi, tidak menjatuhkan satu sama lain, menghindari sikap hidup berlebih- lebihan dan hidup apa adanya, serta memperlakukan mahluk-mahluk di sekelilingnya dengan bersahaja. Kehidupan masyarakat adat Kajang dengan penuh kesederhanaan tanpa memikirkan hidup mewah, akan membawa makna tersendiri di tengah kehidupan masyarakat modern.
Konsep hidup kamase-masea sebagai sesuatu yang telah ditetapkan oleh Turi’e A’ra’na, dan sebagai tau todong (lemah/prihatin). Kedua konsep tersebut bertentangan dengan hidup kalumannyang (kaya). Sesuai dengan takdirnya (turunganna) mereka tidak layak hidup kaya, karena sejak nenek moyang mereka sudah ditakdirkan atau diharuskan untuk hidup sederhana. Seperti diungkapkan dalam Pasang: “Dodongi kamase-masea, hujui rikalenna, anre nakulle kaite-ite, Anre nakulle katoli-toli Kasugihanga anre nakulle antama ri butta kamase-masea.” Artinya meski kita serba susah dalam kesederhanaan, tetap berpegang pada prinsip sendiri, tidak boleh sembarang melihat, tidak boleh sembarang melompat, tidak boleh sembarang mendengar, kekayaan tidak akan pernah masuk di kawasan adat.
Prinsip Tallasa kamase-masea, juga berarti tidak mempunyai keinginan yang berlebih-lebihan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk makan maupun dalam berpakaian. Dalam berpakaian yang memiliki hanya 2 (dua) warna yakni hitam dan putih. Untuk baju, sarung dan penutup kepala berwarna hitam dan celana berwarnah putih. Menurut mereka berpakaian dengan beragam warna, menandakan kemewahan warna tersebut tidak lepas dari makna spiritualitas dalam kehidupan masyarakat adat Kajang, yang memandang bahwa manusia berasal dari kegelapan dan terlahir ke dunia dengan cahaya yang terang benderang, serta wujud dari pada kesamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan, tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua warna hitam di dalam kawasan adat adalah sama, warna hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan Sang Pencipta (Turi’e A’ra’n
Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan atau religi pada prinsipnya terdiri atas konsep- konsep yang menimbulkan keyakinan dan ketaatan bagi penganutnya. Keyakinan itu adalah rasa percaya akan adanya dunia gaib, ide tentang “Tuhan,” hari kemudian, percaya akan adanya kekuatan-kekuatan supranatural, serta berbagai macam hal yang dapat menimbulkan rasa percaya kepada yang diyakini (Akip, 2008 : 48). Berdasarkan pandangan tersebut, komunitas adat Kajang pada dasarnya lahir, tumbuh dan berkembang tidak menjadikan agama Tuhan sebagai tuntunan dalam hidup. Mereka mengacu pada tuntunan sebuah aliran kepercayaan Patuntung, dan meyakini Turi’e A’ra’na sebagai Tuhan pencipta alam semesta beserta isinya. Dalam kehidupan komunitas adat Kajang, selain melakukan penyembahan terhadap Tuhan yang diakuinya, juga mereka tetap berkiblat pada sang pemimpin ummat, yaitu kepada Ammatoa dan sekaligus pula sebagai kepala pemerintahan adat. Pada dasarnya apa yang mereka perbuat dalam keberadaannya sebagai penganut aliran kepercayaan, dijalankannya sebagai sebuah amanah dari para leluhurnya yang mereka junjung tinggi yaitu Pasang ri Kajang, yang telah disesuaikan dengan pokok-pokok ajaran agama Islam.
Salah satu karakteristik pada masyarakat adat Kajang dewasa ini yang masih eksis dengan melakukan berbagai ragam upacara atau ritual dalam kepercayaan mereka, yakni dengan melihat hutan itu sebagai bagian dari hidupnya. Eksistensi ritual kuno ini telah melampaui batas-batas zaman dan menjadi salah satu bagian penting dari representasi dari masyarakat adat Kajang itu sendiri. Upacara atau ritual secara umum dipahami sebagai ekspresi keagamaan dalam wujud perilaku yang dijadikan sebagai media untuk berkomunikasi dengan hal-hal yang gaib. Dalam tataran implementasi atau praktik ritual tersebut, tampil beragam berdasarkan kepercayaan masing- masing sekaligus merupakan karakteristik budaya komunitas tertentu. Dalam hubungannya upacara atau perayaan keagamaan, upacara merupakan sarana untuk menghubungkan antara manusia dengan hal-hal keramat yang diwujudkan dalam praktek (Haviland, 1999: 207). Oleh karena itu, upacara bukan hanya sarana untuk memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting. Ritual keagamaan sebagai bentuk suatu keyakinan manusia terhadap sesuatu yang dapat menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan, memiliki nilai dan norma yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan masyarakat. Ritual bagi komunitas adat Kajang dijadikan sebagai dasar atau etika sosial di mana praktik sosial digerakkan.
Masyarakat adat Kajang menempatkan ritual dan seremoni itu sebagai bagian yang penting dalam sistem kehidupan dan interaksi sosial masyarakat, hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat adat Kajang mengindikasikan perlunya individu untuk melakukan interaksi dan integrasi dengan masyarakat lainnya. Ritual sebagai manifestasi dari sistem kepercayaan masyarakat adat Kajang yang mengandung kearifan lokal yang signifikan untuk dilestarikan sebagai bagian penting dari proses pembangunan mentalitas dan ketahanan budaya bangsa, termasuk pembangunan karakter dan jatidiri bangsa. Salah satu instrumen penting dalam rangka melestarikan nilai kearifan lokal adalah melakukan kajian penelitian secara sistematis tentang ritual dan kepercayaan masyarakat pada komunitas adat. Memahami ritual dan kepercayaan dalam suatu komunitas adat dapat menjadi pembelajaran dengan melihat aspek filosofis, sosiologis, antropologis dan ekologis pada suatu komunitas adat tertentu.
Studi mengenai ritual yang dijalankan oleh masyarakat yang menganut sistem kepercayaan Patuntung, sejauh penelusuran penulis akan menemukan tiga tulisan yang secara tegas mengkaji, walaupun disana sini terdapat ketertarikan sudut pandang dan penerapan perspektif yang berbeda. Ketiga tulisan tersebut pertama adalah Kepercayaan Patuntung dengan topik Patuntung di Kecamatan Sinjai Barat (Suatu Tinjauan Sosio Kultural) oleh Abdullah Renre (1978), kedua dengan Topik Potret Manusia Kajang, di dalam tulisannya juga secara signifikan menguraikan ritual masyarakat Patuntung (Akip, 2003) dan terakhir adalah oleh Hayat (2006), mengkaji tentang masyarakat Onto yang pada dasarnya juga menganut Sistem Kepercayaan Patuntung. Dari ketiga tulisan tersebut terdapat adanya dua sistem kepercayaan yang diyakini dan dijalankan oleh masyarakat adat Kajang. Kedua keyakinan itu pada suatu masyarakat yakni masyarakat Sinjai Barat yang diistilahkan dengan dualisme; yakni Islam sebagai suatu agama yang dianggap benar di satu pihak, dan kepercayaan Patuntung sebagai suatu sistem kepercayaan masyarakat yang diwarisi dari nenek moyang mereka di pihak lain.
Berdasarkan informasi baik sifatnya lisan maupun tertulis, bahwa pada awalnya (sebelum masuknya Islam) sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat adat Kajang sebagai sebuah agama adat, disebut dengan istilah Patuntung. Istilah Patuntung ini berasal dari kata tuntungi (bahasa Makassar) dan jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “mencari sumber kebenaran” (to inguiri into or to investigate the truth). Namun dalam perkembangannya, setelah kerajaan Gowa dan Bone menerima Islam sebagai agama resmi pada abad ke-17, dengan melalui Janggo Toa kemudian disusul Tu Jarra dan Asara Dg. Mallipa pada waktu itu, sehingga secara bertahap Islam dikenalkan oleh komunitas adat Kajang (Akip, 2008 : 42). Dalam kondisi yang demikian, maka kepercayaan Patuntung yang hidup dan tumbuh dalam wilayah Kajang dalam (Tana to kamse-masea) bukan lagi budaya spiritual tradisional murni, akan tetapi sudah mendapat pengaruh ide spiritual Islam.
Dari beberapa hasil penelitian dijelaskan bahwa sistem kepercayaan Patuntung pada dasarnya relatif sama dengan sistem kepercayaan Patuntung yang diyakini oleh komunitas adat lainnya. Dalam hal ini kepercayaan Patuntung komunitas adat Kajang memiliki pandangan dalam melakoni hidupnya, yaitu pandangan Patuntung dalam mengenal Tuhan, dan pandangan Patuntung dalam mengenal manusia serta alam atau lingkungannya (Renre,1978; Manda, 2007 dan Akip, 2003) Pandangan Patuntung dalam mengenal Tuhannya; pada prinsipnya terbagi atas tiga jenis dan masing- masing berpengaruh terhadap hidup dan kehidupan manusia, yaitu (1). Karaeng Ampatana sebagai pencipta alam semesta dan seisinya, tempat tinggalnya diyakini di langit. (2). Karaeng Kaminang Kammaya atau Kaminang Jaria A’ra’na yang diartikan sebagai kuasa atau perkasa, bertempat tinggal di Tombolo Tikka (puncak Gunung Bawakaraeng) yang dikeramatkan dan disucikan, dan (3). Karaeng Patanna Lino atau Patanna Pa’rasangang yang ditugasi memelihara alam ciptaan Ampatana, khusus untuk di bumi termasuk manusia. Selain ketiga Tuhan tersebut dipercayai pula bahwa setiap tempat, tumbuh-tumbuhan dan benda- benda tertentu dihuni oleh kekuatan gaib yang sakti, terutama tempat-tempat yang dianggap keramat. Kekuatan-kekuatan sakti itu dipercayai bersumber dari ketiga Tuhan yang dianggapnya menghuni alam semesta ini.
Pandangan Patuntung tentang Alam; kepercayaan ini melihat alam sebagai suatu kesatuan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Bagi masyarakat adat Kajang sangat menggantungkan hidupnya pada lingkungan alam termasuk tanah (sebagai anrongta), hutan adat (sebagai tempat upacara ritus kepercayaan Patuntung). Pandangan Patuntung tentang alam ini, dapat dilihat sebagai suatu kesatuan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Menurut pandangan mereka bahwa konsep tentang alam raya ini terdiri dari tiga benua yaitu pertama, tingkatan atas disebut dengan benua atas, dan berpusat pada boting langit; kedua, benua tengah disebut lino artinya benua tengah yang dihuni oleh manusia; dan yang ketiga, adalah benua bawah disebut paratihi, artinya benua bawah dan dianggap berada di bawah air. Menurut Akip (2003 : 78), bahwa tanah dan hutan adalah “alamnya manusia”. Tanah dan hutan merupakaan bagian dari makrokosmos menjadi hunian manusia dan mahluk hidup lainnya, sedangkan “angkasa/langit” dan “lautan/air”. adalah alam misteri, tak diketahui (rahasia).
Bagi masyarakat adat Kajang, dimana penganut aliran kepercayaan Patuntung pada prinsipnya terdapat dasar-dasar kepercayaan yang mereka imani dan percayai dalam hidupnya, yaitu (1) Percaya terhadap Turi’e A’ra’na (Tuhan Yang Maha Esa), (2) Percaya terhadap Ammatoa, (3) Percaya terhadap Pasang, (4) Percaya terhadap hari kemudian (allo riboko) dan (5) Percaya terhadap Takdir.
B. Analisis ilmu mistik “Doti” pada masyarakat suku kajang sebagai bagian dari kearifan lokal
Suku Kajang adalah sebuah suku di Sulawesi Selatan yang sangat populer di masyarakat, bukan hanya di Sulawesi, tetapi juga di Indonesia. Bahkan hingga ke manca negara, suku Kajang sangat terkenal. sampai sekarang suku kajang masih patuh memegang tradisi warisan leluhur.
Yang membuat suku yang mendiami daerah Bulukumba ini dikenal sampai ke manca negara adalah ilmu sihir yang sangat mematikan. Imu yang dikenal dengan nama Doti.
Doti ini, dalam bahasa atau di daerah lain disebut santet. Doti ini dikirim karena urusan pribadi seperti dendam atau masalah lainnya. Ilmu hitam ini tidak digunakan dengan sembarangan.
Keganasan Doti ini memang sudah melegenda bahkan sudah menjadi trademark orang dari suku kajang padahal tidak semua warga suku kajang bisa melakukan hal ini.hanya orang2 tertentu yang bisa melakukannya yaitu dukun-duku ilmu hitam yang keberadaannya sudah semakin berkurang akibat tingkat pendidikan warga suku kajang yang sudah meningkat pesat.
Kesaktian Doti yang disebut bisa dikirim dari jarak jauh, bahkan bisa menghabisi beberapa korban sekaligus, membuat pertanggung jawaban santet ini tak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
Doti sendiri merupakan ilmu sejenis santet yang digunakan untuk menciderai atau membunuh seseorang.
Ritual menyantet orang yang dilakukan para dukun ilmu Doti itu hanya menggunakan media berupa Foto yang bertuliskan nama orang yang ingin disantet,seekor ayam putih ,segelas air putih & beberapa perangkat ritual lain yg sulit untuk dicari . Foto orang yang ingin disantet diletakkan di bawah segelas air putih kemudian dukun Doti itu memegang ayam putih menghadap kegelas dan membaca mantera Doti.
Saat ayam yang dipegang dukun itu mati dan air putih yang ada digelas sudah berubah berwarna merah darah artinya Doti itu sudah bekerja dan sang penyantet tinggal menunggu kabar orang yang di Doti sudah cedera atau meninggal, tanda doti sukses apabila ayam mati dan air putih tadi berubah warna menjadi merah.
Bagi mereka yang terkena santet doti ini akan mengalami cacat permanen pada ingatannya disertai nyeri luar biasa hingga berakibat pada kematian mendadak. Asal diketahui doti ini tidak hanya menyerang satu orang saja, melainkan bisa membunuh satu keluarga sekaligus.
Keganasan doti ini sendiri sudah melekat kuat bahkan menjadi legenda yang disematkan pada suku Kajang. Doti ini tidak dilakukan oleh sembarang orang, melainkan ada beberapa orang pilihan yang bisa melakukan ilmu hitam tersebut hingga berhasil
Tentang keganasan doti ini sendiri sudah melekat kuat bahkan menjadi legenda yang disematkan pada suku Kajang. Doti ini tidak dilakukan oleh sembarang orang, melainkan ada beberapa orang pilihan yang bisa melakukan ilmu hitam tersebut hingga berhasil. Bagi mereka yang terkena santet doti ini akan mengalami cacat permanen pada ingatannya disertai nyeri luar biasa hingga berakibat pada kematian mendadak. Asal diketahui doti ini tidak hanya menyerang satu orang saja lho, melainkan bisa membunuh satu keluarga sekaligus.
Disebabkan tidak semua orang suku Kajang bisa melakukan santet, maka dukun yang gagal melakukan misinya pun akan mendapatkan konsekuensi. Biasanya santet yang diterjunkan kembali ke si penyantet dan akan langsung meninggal di tempat. Tidak sampai di situ saja ternyata, sebab efeknya pun merembet juga pada keturunan-keturunan si dukun. Oleh karena itu ada baiknya buat memikirkan kembali menggunakan ilmu santet mengingat risiko yang diperoleh pun juga besar. Apalagi taruhan utamanya adalah nyawa.
Meski memiliki ilmu hitam yang terkenal mematikan, namun sejatinya Suku Kajang adalah suku yang rendah hati oleh didikan alam dan bisa menerima orang baru. Anak cucunya pun sudah banyak yang merantau ke kota besar maupun keluar pulau. Dengan catatan si pendatang ikut aturan yang berlaku di sana, menjaga perilaku dan juga mengikuti tradisi, maka orang-orang Kajang bisa jadi keluarga baru.
0 Comments:
Posting Komentar